settings icon
share icon
Pertanyaan

Apakah ada dasar teologis terkait topik pekerjaan?

Jawaban


Allah menciptakan manusia untuk bekerja. Perintah pertama Allah kepada Adam adalah pekerjaan, yakni mengelola Taman Eden (Kejadian 2:15). Sayangnya, dari berbagai abad yang berlalu, istilah bekerja memiliki konotasi yang negatif. Kita sering memandang pekerjaan sebagai aktifitas yang sulit dan tidak menyenangkan. Akan tetapi, sebenarnya pekerjaan definisinya melakukan aktifitas fisik atau mental demi mencapai sebuah tujuan. Mengangkat sendok ke mulut adalah pekerjaan. Menciptakan lagu atau sajak yang mencerminkan hati adalah pekerjaan. Dalam kebudayaan Barat, istilah pekerjaan sering dikaitkan dengan profesi seseorang atau upayanya mencari nafkah.

Pekerjaan diberikan sebelum dosa masuk ke dalam dunia dan oleh karena itu, merupakan bagian dari ciptaan Allah yang sempurna. Pekerjaan bukanlah akibat dari kejatuhan ke dalam dosa; dosa membuat pekerjaan makin sulit (Kejadian 3:17-19). Mengelola Eden dirancang sebagai pekerjaan yang menyenangkan dan memuaskan bagi Adam. Merawat taman itu bakal menjadi pekerajaan yang menyenangkan baginya. Allah menciptakan manusia yang merasa senang dengan pekerjaan dan Allah tentunya senang melihat manusia bekerja, sama seperti orang tua senang melihat anaknya berkembang dan mengerjakan sebuah karya seni.

Pekerjaan memberi tujuan kepada manusia. Berbeda dari binatang, yang digerakkan oleh naluri serta kebutuhan jasmani, manusia dimotivasi oleh hal-hal yang lebih mulia. Selain kebutuhan jasmani kita, kehidupan kita harus memiliki makna dan tujuan. Kita memerlukan alasan untuk bangun pagi. Kita ingin mengetahui alasan kenapa kita berada dan apa tujuan hidup itu. Pekerjaan dimaksud menjadi penggenapan parsial akan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Pekerjaan adalah sarana kita memenuhi kebutuhan pokok kita serta membantu orang yang tidak mampu bekerja (Efesus 4:28). Kemalasan, penghindaran terhadap pekerjaan, keduanya dikecam dalam Alkitab (Amsal 13:4; 21:25). Kita perlu giat melaksanakan tugas yang telah Allah berikan pada kita. Kita juga perlu berucap syukur pada-Nya karena kita telah diberkati dengan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi kita serta kebutuhan keluarga kita. Kolose 3:23 mengajar, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Allah telah memerintahkan persembahan perpuluhan dalam Perjanjian Lama sebagai peringatan bahwa Allah adalah yang memberkati pekerjaan tangan mereka (Imamat 27:30; Bilangan 18:28-29).

Orang yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga mereka dikecam oleh gereja mula-mula (1 Timotius 5:8). Paulus menghimbau supaya mereka yang menolak bekerja tidak diperbolehkan makan (2 Tesalonika 3:10). Ia juga mengingatkan gereja-gereja bahwa, meskipun ia berhak hidup dari pelayanannya, ia juga bekerja sebagai tukang kemah demi mencari nafkah (Kisah 18:3, 20:34; 1 Tesalonika 2:9).

Yesus Sendiri juga bekerja. Adalah cukup masuk akal jika Anak Allah menghabiskan waktunya di dalam bait sambil membahas Alkitab. Akan tetapi, untuk tiga-puluh tahun pertama kehidupan-Nya, Yesus bekerja bersama Yusuf, ayahnya di dunia, sebagai tukang kayu (Markus 6:3; Lukas 2:51-52).

Teologi pekerjaan yang alkitabiah adalah bahwa pekerjaan dirancang oleh Allah sebagai tugas manusia di dunia ini. Pekerjaan adalah sarana untuk mencukupi kehidupan kita dan menyadari berbagai hal tentang dunia ciptaan Allah. Kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), dan Allah-pun bekerja (Mazmur 19:1; 1 Yohanes 5:19). Karya Allah itu kreatif, bertujuan, dan teliti; pekerjaan menyenangkan bagi Dia dan bermanfaat bagi kita (Mazmur 92:4). Suatu hari, di langit dan bumi yang baru, pekerjaan akan kembali menjadi hal yang memuaskan bagi kita dan menjadi berkat bagi sesama kita.

English



Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia

Apakah ada dasar teologis terkait topik pekerjaan?
Bagikan halaman ini: Facebook icon Twitter icon Pinterest icon Email icon
© Copyright Got Questions Ministries