Pertanyaan
Apakah 'makan, minum, dan bergembiralah' merupakan konsep yang alkitabiah?
Jawaban
Ungkapan makan, minum, dan bergembiralah atau makan, minum, dan bergembiralah karena besok kita mati telah digunakan selama berabad-abad dalam berbagai literatur. Biasanya frasa ini dipahami sebagai "nikmati hidup sebanyak mungkin karena kita tidak akan hidup selamanya." Meskipun kata-kata frasa ini merupakan gabungan dari beberapa ayat dalam Alkitab (termasuk Yesaya 22:13, Pengkhotbah 8:15, 1 Korintus 15:32, dan Lukas 12:19), prinsip yang mendasarinya sangat berlawanan dengan ajaran Alkitab.
Dalam Yesaya 22, sang nabi memperingatkan penduduk Yerusalem bahwa sifat kemunafikan mereka akan menjadi kejatuhan mereka. Ketika Tuhan telah menyerukan agar mereka menangis dan berkabung karena invasi yang akan datang, mereka malah berkata dengan entengnya, "Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!" (ayat 13). Tanggapan Tuhan terhadap ketidaktaatan mereka adalah dengan menyatakan, "Sungguh, kesalahanmu ini tidak akan diampuni, sampai kamu mati" (ayat 14).
Beberapa orang beranggapan bahwa Pengkhotbah 8 mendukung konsep "makan, minum, dan bergembiralah." Ayat 15 mengatakan, "aku memuji kesukaan, karena tak ada kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari, kecuali makan dan minum dan bersukaria." Apakah Salomo, sang penulis, menganjurkan gaya hidup hedonis di sini? Tidak, penting untuk menjaga agar ayat ini tetap berada dalam konteksnya. Hanya beberapa kalimat sebelumnya, Salomo telah mempromosikan kebenaran dan memperingatkan terhadap kejahatan: "aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya. Tetapi orang yang fasik tidak akan beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan panjang umur, karena ia tidak takut terhadap hadirat Allah" (ayat 12-13). Jadi, takut akan Tuhan lebih baik daripada mengejar dosa. Kemudian, dalam ayat 14, Salomo menyadari bahwa di dunia ini orang benar sering diperlakukan dengan tidak adil dan dihukum seolah-olah mereka adalah orang fasik. Ini adalah "kesia-siaan," dan tanggapan Salomo pada dasarnya adalah dengan mengatakan, "aku memuji kesukaan, karena tak ada kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari, kecuali makan dan minum dan bersukaria." Ayat ini sama sekali tidak menganjurkan kerakusan, kemabukan, atau kehidupan pesta. Sebaliknya, Salomo menganjurkan prinsip yang sama dengan yang Paulus sampaikan dalam 1 Timotius 6:8: "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah."
Yesus menceritakan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:13-21, di mana seorang yang sukses memiliki hasil panen yang berlimpah-limpah dan tidak tahu harus diapakan. Orang tersebut memutuskan untuk merobohkan lumbungnya dan membangun lumbung yang lebih besar, sambil berkata pada dirinya sendiri, "Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (ayat 19). Orang kaya yang bodoh itu tampaknya mengutip Pengkhotbah 8:15, tetapi ia memelintirnya untuk menutupi sikapnya yang sembrono. Tuhan tidak menyetujui kepicikan orang kaya itu, dan dia mati pada malam itu juga, meninggalkan semua kekayaannya. Yesus menjelaskan bahwa orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri bukanlah orang kaya di mata Tuhan (ayat 20-21; lihat juga Matius 6:19-21).
Dalam 1 Korintus 15, rasul Paulus berbicara kepada mereka yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati ketika Kristus datang kembali (ayat 12). Paulus menegur mereka, karena, jika tidak ada kehidupan setelah kematian, mereka mungkin lebih baik hidup menurut "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati" (ayat 32). Pada dasarnya, filosofi "makan, minum, dan bergembiralah" adalah sebuah ungkapan keputusasaan. Jika dunia ini adalah segalanya, "kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia" (ayat 19). Paulus memiliki kata-kata yang keras bagi mereka yang menyangkal kebangkitan orang mati: "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi! Ada di antara kamu yang tidak mengenal Allah. Hal ini kukatakan, supaya kamu merasa malu" (ayat 34).
"Makan, minum, dan bergembira karena besok kita akan mati" - menjalani hidup hanya untuk kesenangan semata - bertentangan dengan pola pikir Alkitab untuk "telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus" (Roma 6:11). Tuhan telah memanggil orang-orang percaya untuk menjalani kehidupan yang kudus (1 Petrus 1:16), tetapi kita tidak dapat menjadi kudus tanpa pertolongan dan bimbingan Roh Kudus. Kehidupan yang saleh membutuhkan pilihan untuk mengikuti kehendak Tuhan dan meninggalkan cara hidup lama yang mencari kesenangan (Roma 12:1-2).
Konsep menikmati kehidupan duniawi sebanyak mungkin karena tidak ada apa-apa setelah kematian adalah tidak alkitabiah. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa ada kehidupan rohani yang kekal setelah kematian jasmani, dan kehidupan tersebut mencakup penghakiman bagi semua orang (Ibrani 9:27). Mereka yang telah dibenarkan oleh iman kepada Kristus akan mengalami kehidupan kekal di surga, tetapi mereka yang menolak Kristus sebagai Juruselamat akan dikirim ke hukuman kekal di neraka (Matius 25:46).
Meskipun mungkin tidak alkitabiah untuk hidup demi kesenangan, menjalani hidup yang penuh sukacita bagi Tuhan adalah hal yang alkitabiah. Yesus mengajarkan bahwa tinggal di dalam Dia dan menaati-Nya akan membawa sukacita dalam hidup kita: "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh" (Yohanes 15:9-11).
English
Apakah 'makan, minum, dan bergembiralah' merupakan konsep yang alkitabiah?