Pertanyaan
Mengapa aborsi salah ketika Tuhan terkadang memerintahkan kematian seseorang dalam Alkitab?
Jawaban
Kita yang mendukung kesucian hidup manusia terkadang ditanya, "Mengapa kita tidak diperbolehkan membunuh orang atas keputusan kita sendiri ketika Tuhan membunuh orang dan terkadang memerintahkan umat-Nya untuk membunuh dalam Alkitab?" Pertanyaan ini dapat diikuti dengan, "Mengapa aborsi itu salah, dan mengapa pembunuhan itu salah jika Tuhan kadang-kadang membunuh orang?"
Alkitab dengan jelas mengungkapkan kesucian hidup manusia (Kejadian 9:5-6; Matius 5:21; 1 Timotius 1:9; Yakobus 2:11-12). Dalam Keluaran 20:1-21, Tuhan memberikan Sepuluh Perintah Allah kepada umat-Nya. Instruksi-instruksi ini memberikan umat Israel panduan hal-hal yang mutlak dalam kehidupan spiritual dan moral. Tuhan memerintahkan, "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13).
Aborsi adalah salah karena mengambil nyawa seseorang yang tidak bersalah, suatu tindakan yang secara tegas dilarang oleh Tuhan (Imamat 20:1-5; 2 Raja-raja 24:2-4). Hukum Musa memandang bayi yang belum lahir sebagai nyawa manusia yang layak mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan orang dewasa. Tuhan menuntut hukuman yang sama untuk membunuh seorang anak di dalam rahim seperti halnya membunuh orang dewasa. Hukuman untuk pembunuhan adalah kematian, bahkan jika nyawa yang diambil belum lahir (Keluaran 21:22-25). Aborsi adalah salah dengan alasan yang sama seperti tindakan pembunuhan. Membunuh janin yang belum lahir tidak ada bedanya dengan membunuh orang tua, tetangga, atau orang yang menyebalkan di tempat kerja.
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan dengan sengaja membunuh banyak orang. Contoh-contoh yang terkenal adalah Air Bah (Kejadian 6:1-8:22), penghancuran Sodom dan Gomora (Kejadian 19:1-29), dan pengejaran tentara Mesir (Keluaran 14:26-31). Mengapa membunuh tidak masalah bagi Tuhan atau bagi mereka yang diperintahkan-Nya untuk melakukannya, tetapi tidak bagi kita ketika kita memutuskan untuk melakukannya? Jawabannya sederhana: Tuhan Sang Pencipta adalah pencipta kehidupan. Di tangan-Nya saja ada hak dan otoritas untuk memberi dan mengambil kehidupan (Kejadian 2:7; Ayub 1:21; 12:10; Kisah Para Rasul 3:15; 17:25).
Bagi mereka yang berpendapat bahwa janin bukanlah sebuah kehidupan, Tuhan menganggap seorang anak yang belum lahir sama sah dan berharganya dengan orang dewasa. Tuhan mengenal kita sebelum kita dilahirkan. Dia membentuk, menguduskan, dan menetapkan Yeremia ketika ia masih berada di dalam kandungan ibunya (Yeremia 1:5). Tuhan memanggil manusia dan menamai mereka ketika mereka masih dalam kandungan (Yesaya 49:1). Seluruh rentang kehidupan kita diketahui oleh Tuhan ketika kita masih berkembang di dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-16). Berulang kali, Alkitab menegaskan bahwa kehidupan dimulai sejak pembuahan.
Para pendukung aborsi menekankan bahwa seorang wanita memiliki hak untuk memilih apakah akan melanjutkan kehamilan atau tidak; adalah hak asasi manusia yang mendasar untuk memiliki kebebasan reproduksi. Namun, jika janin yang belum lahir adalah seorang manusia, seperti yang didukung oleh Alkitab, bukankah janin yang belum lahir harus diberikan hak fundamental yang sama untuk hidup yang juga diberikan kepada setiap orang lain?
Karena kita bukan Pencipta kehidupan, kita tidak memiliki hak untuk mengakhiri kehidupan manusia di luar kejadian-kejadian tertentu yang sangat langka yang diizinkan oleh Tuhan. Sebagai contoh, penghancuran bangsa Kanaan dalam kitab Yosua merupakan bagian dari hukuman ilahi Tuhan atas orang-orang yang jahat. Sebelum Tuhan menghancurkan mereka, Dia memperingatkan bangsa Israel untuk tidak melibatkan diri mereka dalam tindakan-tindakan menjijikkan yang dibenci Tuhan: "Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi TUHAN, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi allah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi allah mereka" (Ulangan 12:31).
Ketika Tuhan membuat perjanjian dengan Nuh setelah air bah, Dia berkata bahwa Dia tidak akan pernah lagi menghancurkan bumi dengan air. Dan Dia memberikan perintah ini: "Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri" (Kejadian 9:5-6). Pasca air bah, manusia masih tetap rusak. Alih-alih membanjiri bumi secara berkala untuk memusnahkan para pelaku kejahatan, Tuhan memberikan tugas kepada kita manusia (yang diciptakan menurut gambar-Nya) untuk melaksanakan keadilan-Nya di bumi (Roma 13:4; Yeremia 51:20). Terkadang, hal itu melibatkan pengambilan nyawa manusia lain sebagai hukuman atas pembunuhan.
Di beberapa tempat dalam Hukum Taurat Musa, Tuhan menetapkan hukuman mati untuk kejahatan selain pembunuhan (Keluaran 22:18-20; 35:2; Ulangan 21:18-21). Beberapa di antaranya, seperti bekerja pada hari Sabat dan tidak menaati orang tua, terasa sangat keras bagi kita saat ini. Namun, dalam konteksnya, peraturan-peraturan ini membantu menjaga umat pilihan Tuhan tetap murni dan terpisah dari bangsa-bangsa kafir di sekitarnya. Peraturan-peraturan ini juga menggarisbawahi kebobrokan dosa dan kedalaman daya rusaknya. Seperti hukum-hukum lainnya, peraturan-peraturan tersebut digenapi dengan kedatangan Kristus dan tidak lagi menjadi kewajiban legalistik bagi umat Tuhan (Matius 5:17; Yohanes 1:17; Roma 10:4). Saat ini, satu-satunya keadaan yang diperbolehkan secara moral untuk membunuh manusia lain adalah eksekusi atas pembunuhan, pembelaan diri, dan pembunuhan dalam konteks perang. Namun, bahkan dalam kasus-kasus ini, Anda akan menemukan orang-orang Kristen yang tidak setuju.
Aborsi berada di luar kondisi sempit yang ditetapkan oleh Alkitab untuk mengambil nyawa. Janin yang belum lahir tidak menyakiti atau menyinggung siapa pun dan tidak melakukan pembunuhan. Bagi mereka yang mengutip pemerkosaan dan inses sebagai pembenaran untuk melakukan aborsi, hanya sebagian kecil kasus aborsi yang melibatkan anak yang dikandung dari hasil kejahatan semacam itu (www.johnstonsarchive.net/policy/abortion/abreasons.html, diakses pada 17/1/23). Aborsi, jika dipilih, hanya akan menambah kekerasan. Dalam pemahaman Injil, Tuhan menawarkan sebuah pilihan yang memberikan kehidupan bagi perempuan yang kehamilannya merupakan hasil dari pemerkosaan-yaitu adopsi (Roma 8:14-17).
Jika Anda adalah seorang wanita yang pernah melakukan aborsi, Anda mungkin sampai pada akhir artikel ini dengan perasaan bersalah. Mungkin Anda mengalami trauma pasca-aborsi yang melibatkan bekas luka emosional, spiritual, dan psikologis yang mendalam. Mungkin Anda adalah seorang pria yang telah mendukung atau mendanai aborsi, seorang dokter yang telah melakukan aborsi, atau seorang pekerja klinik. Ya, aborsi itu salah. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan membencinya (Amsal 6:16-19). Namun, seperti halnya setiap dosa lain yang kita lakukan, Tuhan mengampuni aborsi. Dia adalah Tuhan yang penuh belas kasihan dan pengampunan (1 Yohanes 1:9). Semoga bacaan ini menjadi awal dari proses penyembuhan Anda-menerima pengampunan Tuhan yang berlimpah dan kemudian mengampuni diri Anda sendiri.
English
Mengapa aborsi salah ketika Tuhan terkadang memerintahkan kematian seseorang dalam Alkitab?