Pertanyaan
Apakah yang dimaksud dengan tautan jiwa (soul link)?
Jawaban
Ide tentang tautan jiwa (soul link) adalah kepercayaan Zaman Baru yang berakar dari mistisisme Hindu dan mitologi Yunani. Tautan jiwa sering disebut belahan jiwa, kembaran jiwa, atau api kembar. Tautan jiwa seharusnya dirasakan oleh dua orang yang terhubung secara spiritual. "Tertaut" menunjukkan bahwa jiwa mereka berasal dari sumber spiritual yang sama sebelum mengambil bentuk fisik. Kepercayaan terhadap tautan jiwa terkait dengan reinkarnasi, karena banyak orang percaya bahwa dua bagian dari hubungan jiwa akan menemukan satu sama lain berulang kali saat mereka bereinkarnasi.
Beberapa orang menunjuk pada 1 Samuel 18:1 yang menyebutkan tentang tautan jiwa: "berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud." Namun, ayat ini hanya mengatakan, dengan cara yang sederhana, bahwa Yonatan dan Daud "terikat dalam persahabatan yang erat" (Terjemahan NET). Mereka berkomitmen satu sama lain, tetapi tidak ada tautan jiwa secara mistis.
Konsep tautan jiwa atau jodoh berasal dari Plato. Dalam karyanya The Symposium (Simposium), Plato menceritakan sebuah kisah komedi tentang manusia pertama yang memiliki dua wajah dan empat tangan dan kaki. Manusia-manusia itu mengancam untuk menggulingkan para dewa, jadi sebagai balasannya, para dewa membelah manusia menjadi dua. Hal ini akan menjamin dua kali lipat jumlah upeti yang akan diterima para dewa dari manusia, ditambah lagi dengan merendahkan derajat manusia. Namun, setelah terbelah, manusia merasa sangat tidak bahagia sehingga mereka berhenti makan, sehingga para dewa menjahit tubuh mereka dan menyembuhkannya. Sejak saat itu, menurut mitos, manusia mencari separuh tubuh mereka yang diambil oleh para dewa, dan ketika mereka menemukan separuh tubuh yang lain, mereka merasa lengkap. Banyak literatur dan seni romantis didasarkan pada konsep ini.
Manusia sering kali merasa tidak lengkap. Kesepian dan perasaan bahwa ada sesuatu yang kurang adalah perasaan yang universal. Kita bisa saja hidup di kota-kota terbesar di dunia, dikelilingi oleh orang lain, namun tetap diliputi rasa kesepian. Perasaan tidak lengkap ini tidak dapat diselesaikan atau diatasi dengan cinta romantis, seperti yang dapat dibuktikan oleh siapa pun yang pernah jatuh cinta.
Satu-satunya "tautan/ hubungan jiwa" yang benar-benar memuaskan adalah hubungan yang dapat kita nikmati dengan Sang Pencipta. Tuhan telah menciptakan manusia untuk menginginkan hubungan dengan-Nya, dan ketika kita "terhubung" dengan-Nya di dalam jiwa kita, kita merasa puas (Mazmur 1; Yohanes 3:29; 7:38; 16:22). Sayangnya, dosa mendorong kita untuk terus menerus mencari kepuasan itu di tempat lain (Yeremia 2:13). Apa pun, mulai dari penyembah berhala hingga segelas anggur, dapat menjadi pengganti Tuhan. Kekasih, narkoba, pekerjaan, televisi, olahraga, dan bahkan keluarga kita sendiri dapat menjadi berhala ketika kita mencoba menemukan keutuhan di dalamnya atau ketika kita menggunakannya sebagai pengalih perhatian dari kekosongan yang kita rasakan tanpa Tuhan. Alkitab memerintahkan kita untuk tinggal di dalam Kristus, atau kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:4), dan hal ini sungguh luar biasa benar, baik di tingkat rohani yang dalam maupun di tingkat praktis sehari-hari. Disfungsionalitas pribadi terkait erat dengan jarak kita dengan Tuhan. Ketika kita mencari tautan jiwa antara diri kita dan Pencipta kita, semua hal lain yang kita butuhkan-termasuk sukacita, kesenangan, kepuasan, keamanan, dan keutuhan-akan ditambahkan kepada kita (lihat Matius 6:33: Mazmur 16).
Beberapa orang menunjuk pada 1 Samuel 18:1 yang menyebutkan tentang tautan jiwa: "berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud." Namun, ayat ini hanya mengatakan, dengan cara yang sederhana, bahwa Yonatan dan Daud "terikat dalam persahabatan yang erat" (Terjemahan NET). Mereka berkomitmen satu sama lain, tetapi tidak ada tautan jiwa secara mistis.
Konsep tautan jiwa atau jodoh berasal dari Plato. Dalam karyanya The Symposium (Simposium), Plato menceritakan sebuah kisah komedi tentang manusia pertama yang memiliki dua wajah dan empat tangan dan kaki. Manusia-manusia itu mengancam untuk menggulingkan para dewa, jadi sebagai balasannya, para dewa membelah manusia menjadi dua. Hal ini akan menjamin dua kali lipat jumlah upeti yang akan diterima para dewa dari manusia, ditambah lagi dengan merendahkan derajat manusia. Namun, setelah terbelah, manusia merasa sangat tidak bahagia sehingga mereka berhenti makan, sehingga para dewa menjahit tubuh mereka dan menyembuhkannya. Sejak saat itu, menurut mitos, manusia mencari separuh tubuh mereka yang diambil oleh para dewa, dan ketika mereka menemukan separuh tubuh yang lain, mereka merasa lengkap. Banyak literatur dan seni romantis didasarkan pada konsep ini.
Manusia sering kali merasa tidak lengkap. Kesepian dan perasaan bahwa ada sesuatu yang kurang adalah perasaan yang universal. Kita bisa saja hidup di kota-kota terbesar di dunia, dikelilingi oleh orang lain, namun tetap diliputi rasa kesepian. Perasaan tidak lengkap ini tidak dapat diselesaikan atau diatasi dengan cinta romantis, seperti yang dapat dibuktikan oleh siapa pun yang pernah jatuh cinta.
Satu-satunya "tautan/ hubungan jiwa" yang benar-benar memuaskan adalah hubungan yang dapat kita nikmati dengan Sang Pencipta. Tuhan telah menciptakan manusia untuk menginginkan hubungan dengan-Nya, dan ketika kita "terhubung" dengan-Nya di dalam jiwa kita, kita merasa puas (Mazmur 1; Yohanes 3:29; 7:38; 16:22). Sayangnya, dosa mendorong kita untuk terus menerus mencari kepuasan itu di tempat lain (Yeremia 2:13). Apa pun, mulai dari penyembah berhala hingga segelas anggur, dapat menjadi pengganti Tuhan. Kekasih, narkoba, pekerjaan, televisi, olahraga, dan bahkan keluarga kita sendiri dapat menjadi berhala ketika kita mencoba menemukan keutuhan di dalamnya atau ketika kita menggunakannya sebagai pengalih perhatian dari kekosongan yang kita rasakan tanpa Tuhan. Alkitab memerintahkan kita untuk tinggal di dalam Kristus, atau kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:4), dan hal ini sungguh luar biasa benar, baik di tingkat rohani yang dalam maupun di tingkat praktis sehari-hari. Disfungsionalitas pribadi terkait erat dengan jarak kita dengan Tuhan. Ketika kita mencari tautan jiwa antara diri kita dan Pencipta kita, semua hal lain yang kita butuhkan-termasuk sukacita, kesenangan, kepuasan, keamanan, dan keutuhan-akan ditambahkan kepada kita (lihat Matius 6:33: Mazmur 16).