Pertanyaan
Mengapa Yesus menyembuhkan pada hari Sabat?
Jawaban
Kitab-kitab Injil mencatat beberapa kali Yesus melakukan penyembuhan pada hari Sabat. Dalam sebagian besar kasus tersebut, penyembuhan itu diikuti dengan konfrontasi dengan para pemimpin agama (Markus 3:1-6, Lukas 6:6-10; 13:10-17; 14:1-6; Yohanes 5:1-18). Di bagian lain, Lukas 4:38-41, Yesus menyembuhkan setelah mengajar di sinagoge pada hari Sabat, tetapi tidak ada konfrontasi yang dicatat, karena mukjizat itu dilakukan di rumah pribadi. Yesus mengetahui aturan orang Farisi tentang hari Sabat, jadi mengapa Dia memilih untuk menyembuhkan pada hari itu?
Penting untuk dicatat bahwa Yesus tidak melanggar hukum Tuhan ketika Ia menyembuhkan pada hari Sabat. Ia tentu saja bertindak melawan penafsiran orang Farisi tentang hukum Taurat dan melawan aturan-aturan khusus mereka. Tetapi Dia yang Kudus dari Tuhan, yang datang untuk menggenapi hukum Taurat (Matius 5:17), tidak melanggar hukum Taurat. Alasan dasar mengapa Yesus menyembuhkan pada hari Sabat adalah karena orang membutuhkan pertolongan-Nya. Kebutuhan tidak mengenal kalender.
Yesus menyembuhkan pada hari Sabat untuk menyingkapkan kemunafikan agama orang Farisi. Dalam tiga ayat di mana penyembuhan Yesus menimbulkan konfrontasi, Yesus menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi "bekerja" pada hari Sabat dengan mengurus hewan mereka, dan pekerjaan itu disetujui oleh orang-orang Farisi. Dalam masyarakat agraris, mengurus hewan adalah bagian utama dari hari biasa. Yesus menunjukkan kesediaan mereka untuk bekerja pada hari Sabat untuk menolong hewan: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?" (Lukas 13:15), dan dengan tepat Dia menyebut kemunafikan mereka karena menolak menolong perempuan "keturunan Abraham" (ayat 16). Jika aturan agama Anda memperbolehkan menolong hewan pada hari Sabat, maka seharusnya aturan itu juga memperbolehkan menolong orang lain.
Ketika Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, Dia juga menantang para pemimpin agama dengan pertanyaan tentang melakukan yang baik atau yang jahat pada hari Sabat: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" (Markus 3:4). Para pemimpin itu tetap diam dan tidak mau menjawab. Kesembuhan-Nya memberi mereka jawaban. Berbuat baik dan menyelamatkan nyawa adalah hal yang sah, bahkan pada hari Sabat. Menggunakan aturan Sabat untuk melakukan kejahatan atau membunuh adalah penyimpangan hukum yang tidak saleh.
Mari kita lihat hukum yang dimaksud. Taurat adalah hukum yang benar. Tetapi orang-orang Farisi juga menambahkan tradisi mereka ke dalam hukum yang telah Tuhan berikan. Tradisi para pemimpin agama yang mereka gabungkan dengan hukum Alkitab menjadi sama pentingnya dengan Firman Tuhan yang sebenarnya. Yesus menentang penambahan-penambahan seperti itu terhadap hukum Taurat, menegur para ahli Taurat karena "ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia" (Markus 7:7).
Larangan Sabat orang Farisi melarang kegiatan-kegiatan berikut ini: menulis, menghapus, dan merobek; melakukan transaksi bisnis; berbelanja; memasak, memanggang, atau menyalakan api; berkebun; mencuci pakaian; membawa apapun lebih dari enam kaki di tempat umum; memindahkan apapun dengan tangan Anda, bahkan secara tidak langsung (menggunakan sapu): mangkuk yang pecah, bunga di vas, lilin di atas meja, makanan mentah, batu, kancing baju yang lepas (Anda dapat memindahkan sesuatu dengan siku atau nafas, tetapi tidak dengan tangan Anda). Dan ini hanyalah sebagian dari daftar.
Bandingkan kerumitan dan pengaturan kecil dari aturan orang Farisi dengan aturan asli dalam Firman Tuhan: "Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:8-11). Itu hanyalah tradisi buatan manusia yang mendefinisikan penyembuhan Yesus sebagai "pekerjaan". Jadi, ketika Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, Dia menantang keyakinan orang Farisi bahwa kesembuhan itu berasal dari manusia dan bukan dari Tuhan.
Alasan lain mengapa Yesus menyembuhkan di hari Sabat adalah untuk mengingatkan orang-orang tentang mengapa Tuhan menetapkan hari Sabat sebagai hari peristirahatan. Hari Sabat dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi manusia dan juga untuk memuliakan Tuhan: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat" (Markus 2:27). Hari Sabat membantu manusia memulihkan diri (secara mental dan fisik) setelah seminggu bekerja dan mengalihkan fokus mereka dari rutinitas sehari-hari kepada Tuhan. Oleh karena itu, penyembuhan Yesus pada hari Sabat sangat sesuai dengan tujuan Tuhan untuk hari Sabat.
Dihadapkan dengan kuasa Yesus yang tidak dapat disangkal untuk menyembuhkan dan memulihkan, para pemimpin agama melewatkan kesempatan untuk merenungkan kemungkinan bahwa mereka salah. Sebaliknya, mereka tetap bersikukuh pada pendirian mereka dan berusaha menjaga posisi mereka yang tidak dapat dipertahankan. Sikap keras kepala mereka adalah pengingat yang baik bagi kita akan kebutuhan kita untuk menguji keyakinan kita dan memastikan bahwa keyakinan itu alkitabiah dan sejalan dengan Firman Tuhan.
Penting untuk dicatat bahwa Yesus tidak melanggar hukum Tuhan ketika Ia menyembuhkan pada hari Sabat. Ia tentu saja bertindak melawan penafsiran orang Farisi tentang hukum Taurat dan melawan aturan-aturan khusus mereka. Tetapi Dia yang Kudus dari Tuhan, yang datang untuk menggenapi hukum Taurat (Matius 5:17), tidak melanggar hukum Taurat. Alasan dasar mengapa Yesus menyembuhkan pada hari Sabat adalah karena orang membutuhkan pertolongan-Nya. Kebutuhan tidak mengenal kalender.
Yesus menyembuhkan pada hari Sabat untuk menyingkapkan kemunafikan agama orang Farisi. Dalam tiga ayat di mana penyembuhan Yesus menimbulkan konfrontasi, Yesus menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi "bekerja" pada hari Sabat dengan mengurus hewan mereka, dan pekerjaan itu disetujui oleh orang-orang Farisi. Dalam masyarakat agraris, mengurus hewan adalah bagian utama dari hari biasa. Yesus menunjukkan kesediaan mereka untuk bekerja pada hari Sabat untuk menolong hewan: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?" (Lukas 13:15), dan dengan tepat Dia menyebut kemunafikan mereka karena menolak menolong perempuan "keturunan Abraham" (ayat 16). Jika aturan agama Anda memperbolehkan menolong hewan pada hari Sabat, maka seharusnya aturan itu juga memperbolehkan menolong orang lain.
Ketika Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, Dia juga menantang para pemimpin agama dengan pertanyaan tentang melakukan yang baik atau yang jahat pada hari Sabat: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" (Markus 3:4). Para pemimpin itu tetap diam dan tidak mau menjawab. Kesembuhan-Nya memberi mereka jawaban. Berbuat baik dan menyelamatkan nyawa adalah hal yang sah, bahkan pada hari Sabat. Menggunakan aturan Sabat untuk melakukan kejahatan atau membunuh adalah penyimpangan hukum yang tidak saleh.
Mari kita lihat hukum yang dimaksud. Taurat adalah hukum yang benar. Tetapi orang-orang Farisi juga menambahkan tradisi mereka ke dalam hukum yang telah Tuhan berikan. Tradisi para pemimpin agama yang mereka gabungkan dengan hukum Alkitab menjadi sama pentingnya dengan Firman Tuhan yang sebenarnya. Yesus menentang penambahan-penambahan seperti itu terhadap hukum Taurat, menegur para ahli Taurat karena "ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia" (Markus 7:7).
Larangan Sabat orang Farisi melarang kegiatan-kegiatan berikut ini: menulis, menghapus, dan merobek; melakukan transaksi bisnis; berbelanja; memasak, memanggang, atau menyalakan api; berkebun; mencuci pakaian; membawa apapun lebih dari enam kaki di tempat umum; memindahkan apapun dengan tangan Anda, bahkan secara tidak langsung (menggunakan sapu): mangkuk yang pecah, bunga di vas, lilin di atas meja, makanan mentah, batu, kancing baju yang lepas (Anda dapat memindahkan sesuatu dengan siku atau nafas, tetapi tidak dengan tangan Anda). Dan ini hanyalah sebagian dari daftar.
Bandingkan kerumitan dan pengaturan kecil dari aturan orang Farisi dengan aturan asli dalam Firman Tuhan: "Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:8-11). Itu hanyalah tradisi buatan manusia yang mendefinisikan penyembuhan Yesus sebagai "pekerjaan". Jadi, ketika Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, Dia menantang keyakinan orang Farisi bahwa kesembuhan itu berasal dari manusia dan bukan dari Tuhan.
Alasan lain mengapa Yesus menyembuhkan di hari Sabat adalah untuk mengingatkan orang-orang tentang mengapa Tuhan menetapkan hari Sabat sebagai hari peristirahatan. Hari Sabat dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi manusia dan juga untuk memuliakan Tuhan: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat" (Markus 2:27). Hari Sabat membantu manusia memulihkan diri (secara mental dan fisik) setelah seminggu bekerja dan mengalihkan fokus mereka dari rutinitas sehari-hari kepada Tuhan. Oleh karena itu, penyembuhan Yesus pada hari Sabat sangat sesuai dengan tujuan Tuhan untuk hari Sabat.
Dihadapkan dengan kuasa Yesus yang tidak dapat disangkal untuk menyembuhkan dan memulihkan, para pemimpin agama melewatkan kesempatan untuk merenungkan kemungkinan bahwa mereka salah. Sebaliknya, mereka tetap bersikukuh pada pendirian mereka dan berusaha menjaga posisi mereka yang tidak dapat dipertahankan. Sikap keras kepala mereka adalah pengingat yang baik bagi kita akan kebutuhan kita untuk menguji keyakinan kita dan memastikan bahwa keyakinan itu alkitabiah dan sejalan dengan Firman Tuhan.