www.GotQuestions.org/Indonesia



Pertanyaan: Bagaimana supaya saya bisa menghadapi ibu mertua yang ‘sulit’?

Jawaban:
Turut mengawasi ataupun ikut campur urusan rumah tangga seringkali dilakukan para mertua, setidaknya seperti itu yang dirasakan para menantu. Perilaku tersebut tentunya mengganggu, membuat frustrasi, dan bertentangan dengan rencana Allah terhadap sebuah keluarga.

Tentu saja situasi tersebut membuat seseorang menjadi frustrasi. Seorang ibu mertua bisa berperilaku demikian karena tidak ada anggota keluarga lainnya yang memberinya batasan, sehingga ia menjadi benar-benar “mengganggu.” Mungkin ia tidak menyadari betapa mengganggu dan berkuasanya dia. Baginya, itu mungkin hanya dianggapnya sebagai bentuk “kasih sayang-”nya. Jika demikian, berbicara dari hati ke hati akan menjernihkan permasalahan. Apabila beliau tetap melakukannya setelah diminta untuk tidak melakukannya, maka tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengubahnya.

Terlepas dari pihak keluarga mana campur tangan itu berasal, hal itu tetap merupakan sebuah bentuk serangan terhadap kekudusan pernikahan serta melanggar perintah Allah dalam pernikahan bagi seseorang untuk “meninggalkan dan bersatu” (Kej 2:23-24).

Seorang laki-laki dan perempuan harus meninggalkan keluarga kandungnya untuk memulai keluarga baru. Mereka harus saling mengasihi, juga melindungi. Seorang suami yang membiarkan ibunya atau ibu mertuanya mencampuri pernikahannya tidaklah hidup sesuai dengan perintah yang diberikan di surat Efesus 5:25-33.

Sebuah batasan harus ditegaskan, meskipun ditentang. Kita hanya akan diperlakukan sesuai dengan yang kita ijinkan. Jika kita biarkan mereka menginjak-injak kekudusan keluarga kita, maka hal itulah yang akan mereka lakukan. Tidak ada seorang pun, bahkan keluarga besar, yang berhak mencampuri privasi keluarga kita.

Suami bertanggung jawab menjaga privasi keluarga. Ia harus bisa menjelaskan dengan lembut tapi tegas pada ibu mertuanya bahwa yang beliau lakukan itu salah dan tidak bisa diterima. Ia juga harus mengingatkan ibu mertuanya bahwa Allah telah memberi tanggung jawab untuk mengurusi sebuah keluarga kepadanya. Jika ia sampai mengalihkan tanggung jawab itu kepada ibu mertuanya, berarti ia tidak mematuhi Allah.

Ia harus meyakinkan ibu mertuanya kalau mereka tetap mengasihinya. Tetapi, karena hubungan tersebut telah berubah, maka ia yang sekarang bertanggung jawab. Itulah rancangan Allah bagi sebuah keluarga. Demikianlah yang harus terjadi. Suami-isteri tersebut harus teguh dengan tekad mereka.

Bagaimana seharusnya reaksi kita terhadap ibu mertua yang suka ikut campur? Jangan biarkan ia merusak kedamaian pikiran kita. Kita tidak bisa mengubah perilaku orang lain, tetapi apa reaksi kita terhadap perilakunya yang bisa kita ubah.

Pilihan yang tersedia: kita membiarkan tindakan orang lain mempengaruhi kita. Atau, kita dapat berserah diri dan membiarkan Allah yang bekerja memperkuat otot rohani kita. Reaksi kita sendirilah yang menjadi sumber bagi rasa frustrasi kita selama ini.

Hanya kita yang dapat menghentikan perasaan melelahkan ini. Kita sendiri yang mengijinkan ibu mertua yang suka ikut campur menjadi penguasa bagi kedamaian kita. Perilakunya bukanlah tanggung jawab kita, namun reaksi kita.

Orangtua dan mertua harus diperlakukan dengan hormat dan penuh kasih. Jangan sampai membiarkan perasaan kita sendiri yang membuat masalah ini menjadi kacau. Cara terbaik menghilangkan musuh adalah dengan membuatnya menjadi sekutu kita. Hal ini bisa dilakukan melalui anugerah Allah. Orang-orang Kristen selalu dapat melepaskan pengampunan (Efe 4:32).

Reaksi ini mungkin tidak akan menghentikan ibu mertua kita untuk tetap ikut campur. Tapi, reaksi ini bisa menjadi sumber kekuatan dan kedamaian bagi kita untuk bertahan (Efe 6:11-17). Satu-satunya tempat di mana kita bisa menemukan kedamaian sejati hanyalah melalui hubungan pribadi dengan Allah, melalui Kristus, sehingga kita dapat menanggapi situasi ini dengan bersandar pada damai sejahtera-Nya.

© Copyright Got Questions Ministries