Pertanyaan
Apa artinya bahwa Yesus melihat iman mereka dalam Markus 2:5?
Jawaban
Pada awal pelayanan publik Yesus, Ia memasuki kota Kapernaum di wilayah Galilea dan mengajarkan sebuah pelajaran penting tentang iman. Banyak orang di kota itu berkumpul di sebuah rumah untuk mendengarkan Yesus berkhotbah. Kerumunan orang itu begitu besar sehingga sekelompok teman harus menurunkan seorang lumpuh melalui atap rumah untuk mencapai Yesus. Markus menulis bahwa "ketika Yesus melihat iman mereka," Dia menyatakan bahwa dosa-dosa orang itu telah diampuni (Markus 2:5). Fakta bahwa Yesus "melihat" iman mereka berarti Dia mengenali keaslian iman mereka melalui tindakan mereka.
Kata yang diterjemahkan "melihat" dalam Markus 2:5 berasal dari kata Yunani horao. Kata ini biasanya menunjukkan penglihatan fisik dalam Perjanjian Baru, tetapi juga dapat merujuk pada persepsi atau ketajaman. Dalam Markus 2:5, kedua arti tersebut terlihat jelas: Yesus secara fisik melihat keempat orang itu menurunkan teman mereka dari atap, dan dalam tindakan itu Dia melihat keaslian iman mereka.
Iman itu sendiri tidak dapat dilihat karena iman terdiri dari keyakinan dan kepercayaan, yang merupakan realitas yang tidak dapat dilihat. Ketika seseorang beriman kepada Yesus, ia percaya kepada siapa Dia dan percaya kepada apa yang telah Dia lakukan. Namun, Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa iman yang sejati menyatakan dirinya melalui tindakan. Yakobus menegaskan hal ini: "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: 'Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan', aku akan menjawab dia: 'Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku'" (Yakobus 2:17-18). Karena itu, perbuatan seseorang dapat menunjukkan apakah imannya tulus atau tidak.
Ayat-ayat Alkitab lainnya menegaskan hubungan antara iman dan perbuatan baik. Misalnya, Yakobus 1:22 mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yesus membuat poin yang sama dalam Khotbah di Bukit ketika Ia membandingkan dua orang tukang bangunan. Dia menggambarkan orang yang memiliki iman yang tulus sebagai orang yang mendengar dan bertindak: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu" (Matius 7:24). Di sisi lain, Yesus menggambarkan orang yang tidak memiliki iman yang tulus sebagai orang yang mendengar tetapi tidak bertindak: "Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir" (Matius 7:26).
Meskipun tidak terlihat, iman menjadi nyata melalui tindakan lahiriah, sama seperti kebajikan-kebajikan alkitabiah lainnya. Sebagai contoh, kasih itu tidak terlihat, tetapi kasih itu mengekspresikan dirinya dalam tindakan. Seperti yang dikatakan dalam 1 Yohanes 3:18, "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." Kebajikan-kebajikan lain, seperti pengharapan, damai sejahtera, sukacita, dan kerendahan hati, juga memiliki karakteristik yang sama: kebajikan-kebajikan itu ada di dalam hati tetapi diekspresikan secara lahiriah.
Prinsip ini terlihat jelas dalam kisah Yesus menyembuhkan orang lumpuh di Kapernaum. Ketika Yesus melihat iman orang itu, Dia merespons dengan menyatakan bahwa dosa-dosa orang itu telah diampuni. Hubungan antara iman dan pengampunan terlihat jelas di seluruh Perjanjian Baru. Sebagai contoh, Petrus berkata tentang Yesus, "Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya" (Kisah Para Rasul 10:43). Dengan kata lain, mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh berarti mengakui diri sendiri sebagai orang berdosa dan menerima pengampunan-Nya. Itulah sebabnya, ketika Yesus melihat iman yang dinyatakan melalui tindakan, Dia menyatakan bahwa dosa-dosa orang itu telah diampuni dan memulihkannya ke dalam hubungan yang benar dengan Tuhan, bahkan sebelum memulihkan kesehatannya.
Penulis kitab Ibrani mengajarkan bahwa iman diperlukan untuk memiliki kedudukan yang benar di hadapan Tuhan. Ia menjelaskan, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia" (Ibrani 11:6). Pada hari itu di Kapernaum, Yesus menyaksikan iman yang tulus yang dinyatakan melalui tindakan, dan hal itu menyenangkan hati-Nya.
Kata yang diterjemahkan "melihat" dalam Markus 2:5 berasal dari kata Yunani horao. Kata ini biasanya menunjukkan penglihatan fisik dalam Perjanjian Baru, tetapi juga dapat merujuk pada persepsi atau ketajaman. Dalam Markus 2:5, kedua arti tersebut terlihat jelas: Yesus secara fisik melihat keempat orang itu menurunkan teman mereka dari atap, dan dalam tindakan itu Dia melihat keaslian iman mereka.
Iman itu sendiri tidak dapat dilihat karena iman terdiri dari keyakinan dan kepercayaan, yang merupakan realitas yang tidak dapat dilihat. Ketika seseorang beriman kepada Yesus, ia percaya kepada siapa Dia dan percaya kepada apa yang telah Dia lakukan. Namun, Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa iman yang sejati menyatakan dirinya melalui tindakan. Yakobus menegaskan hal ini: "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: 'Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan', aku akan menjawab dia: 'Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku'" (Yakobus 2:17-18). Karena itu, perbuatan seseorang dapat menunjukkan apakah imannya tulus atau tidak.
Ayat-ayat Alkitab lainnya menegaskan hubungan antara iman dan perbuatan baik. Misalnya, Yakobus 1:22 mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yesus membuat poin yang sama dalam Khotbah di Bukit ketika Ia membandingkan dua orang tukang bangunan. Dia menggambarkan orang yang memiliki iman yang tulus sebagai orang yang mendengar dan bertindak: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu" (Matius 7:24). Di sisi lain, Yesus menggambarkan orang yang tidak memiliki iman yang tulus sebagai orang yang mendengar tetapi tidak bertindak: "Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir" (Matius 7:26).
Meskipun tidak terlihat, iman menjadi nyata melalui tindakan lahiriah, sama seperti kebajikan-kebajikan alkitabiah lainnya. Sebagai contoh, kasih itu tidak terlihat, tetapi kasih itu mengekspresikan dirinya dalam tindakan. Seperti yang dikatakan dalam 1 Yohanes 3:18, "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." Kebajikan-kebajikan lain, seperti pengharapan, damai sejahtera, sukacita, dan kerendahan hati, juga memiliki karakteristik yang sama: kebajikan-kebajikan itu ada di dalam hati tetapi diekspresikan secara lahiriah.
Prinsip ini terlihat jelas dalam kisah Yesus menyembuhkan orang lumpuh di Kapernaum. Ketika Yesus melihat iman orang itu, Dia merespons dengan menyatakan bahwa dosa-dosa orang itu telah diampuni. Hubungan antara iman dan pengampunan terlihat jelas di seluruh Perjanjian Baru. Sebagai contoh, Petrus berkata tentang Yesus, "Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya" (Kisah Para Rasul 10:43). Dengan kata lain, mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh berarti mengakui diri sendiri sebagai orang berdosa dan menerima pengampunan-Nya. Itulah sebabnya, ketika Yesus melihat iman yang dinyatakan melalui tindakan, Dia menyatakan bahwa dosa-dosa orang itu telah diampuni dan memulihkannya ke dalam hubungan yang benar dengan Tuhan, bahkan sebelum memulihkan kesehatannya.
Penulis kitab Ibrani mengajarkan bahwa iman diperlukan untuk memiliki kedudukan yang benar di hadapan Tuhan. Ia menjelaskan, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia" (Ibrani 11:6). Pada hari itu di Kapernaum, Yesus menyaksikan iman yang tulus yang dinyatakan melalui tindakan, dan hal itu menyenangkan hati-Nya.