Pertanyaan
Mengapa Ismael disebut sebagai keledai liar (Kejadian 16:12)?
Jawaban
Dalam Kejadian 16:12, Tuhan menyatakan keadaan Ismael: "Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya." Seekor keledai liar menggambarkan seseorang yang keras kepala dan tidak terkendali. Orang mungkin bertanya-tanya mengapa Tuhan mengumumkan masa depan seperti itu untuk Ismael.
Sebelumnya dalam Kejadian 16, Sarai dan Abram berusaha keras untuk mendapatkan anak laki-laki yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Keduanya sudah menua, dan Tuhan masih belum memberi mereka anak. Dalam keadaan khawatir dan dengan penuh keprihatinan dan kelemahan dalam pemecahan masalah manusia, Sarai menyarankan kepada Abraham, "Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak" (Kejadian 16:2).
Hagar, sang budak, hamil, dan masalah pun terjadi. Memiliki dua wanita yang tinggal di rumah yang sama dan tidur dengan pria yang sama selalu menimbulkan masalah. Hagar membenci Sarai, dan Sarai menanggapi dengan bersikap jahat kepada Hagar sehingga dia melarikan diri ke padang gurun, tidak mengharapkan apapun selain kematian untuk dirinya dan bayi yang dikandungnya. Di padang gurun, Tuhan menemuinya dalam pergumulannya dan memberkatinya. Tuhan menyuruhnya untuk menamai anaknya Ismael, yang berarti "Tuhan mendengar". Dalam konteks inilah Tuhan menubuatkan bahwa Ismail akan menjadi "keledai liar."
Keledai liar adalah salah satu makhluk Tuhan yang paling bebas dan paling sulit diatur. Salah satu komentar menggambarkan keledai liar sebagai "biasanya tidak dapat dijinakkan, kuat, bebas, berkeliaran, mencurigakan, dan tidak dapat dipercaya" (Cambridge Bible for Schools and Colleges, catatan pada Kejadian 16:12). Tuhan sendiri menggambarkan keledai liar dalam Ayub 39:8-11:
Siapakah yang mengumbar keledai liar,
atau siapakah yang membuka tali tambatan keledai jalang?
Kepadanya telah Kuberikan tanah dataran sebagai tempat kediamannya
dan padang masin sebagai tempat tinggalnya.
Ia menertawakan keramaian kota,
tidak mendengarkan teriak si penggiring;
ia menjelajah gunung-gunung padang rumputnya,
dan mencari apa saja yang hijau
Tuhan berfirman bahwa Ismael akan memiliki "sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya" (Kejadian 16:10). Namun, naturnya akan menuntun dia dan keturunannya untuk konflik dengan orang lain, melepaskan semua kuk, dan berkeliaran dengan bebas. Seperti keledai liar, Ismael akan menjalani gaya hidup yang penuh gejolak, sangat mandiri dan siap bertempur.
Konflik antara Sarai dan Hagar begitu tajam sehingga Sarai menyebutnya cḥāmās, sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "kekerasan" atau "ketidakadilan". Permusuhan antara Sarai dan Hagar pada akhirnya menjadi cara Ismael memperlakukan putra Sarai, Ishak. Dia mengejek saudara tirinya dengan sangat keras sehingga Abraham mengusir Hagar bersama Ismael (Kejadian 21:8-14).
Tetapi kekerasan terus berlanjut setelah zaman Ismael. Putra Ishak, Yakub - yang namanya akhirnya diubah oleh Tuhan menjadi Israel - tumbuh menjadi sebuah bangsa. Hari ini, cḥāmās masih ada di antara sebagian besar orang Arab dan Yahudi. Seluruh dunia menyaksikan penderitaan, kekerasan, dan sifat "keledai liar" yang dijanjikan Tuhan akan menjadi bagian dari warisan Ismael.
Kata cḥāmās pertama kali muncul dalam Kitab Suci pada zaman Nuh, jadi sebelum masa Ismael. Tuhan mengatakan bahwa seluruh dunia dipenuhi dengan cḥāmās, sehingga Dia mengirimkan air bah untuk memusnahkan kejahatan. Chāmās adalah dan selalu menjadi masalah hati. Masyarakat luas menderita sebagai akibatnya. Mazmur 58:3 mengutuk para penguasa yang tidak adil dengan kata-kata ini: "Malah sesuai dengan niatmu kamu melakukan kejahatan, tanganmu, menjalankan kekerasan [cḥāmās] di bumi."
Dalam kisah Sarai dan Hagar, kita melihat contoh bagaimana cḥāmās berkembang di antara dua orang dan kemudian meledak dalam skala besar di antara bangsa-bangsa. Kita semua pada dasarnya adalah "keledai liar" yang terhubung dengan dosa, dan dosa tersebut pada akhirnya akan melawan Tuhan. Kita ingin memiliki dunia dan ingin merebutnya kembali dari Tuhan melalui cḥāmās. Itulah sifat alamiah hati kita, dan tanpa penebusan Yesus, tanpa dengan rendah hati mengakui bahwa Dia adalah Tuhan atas segala sesuatu, kita tidak dapat menginginkan apa pun yang lain kecuali cḥāmās (lihat Efesus 2:1-8).
Sebelumnya dalam Kejadian 16, Sarai dan Abram berusaha keras untuk mendapatkan anak laki-laki yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Keduanya sudah menua, dan Tuhan masih belum memberi mereka anak. Dalam keadaan khawatir dan dengan penuh keprihatinan dan kelemahan dalam pemecahan masalah manusia, Sarai menyarankan kepada Abraham, "Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak" (Kejadian 16:2).
Hagar, sang budak, hamil, dan masalah pun terjadi. Memiliki dua wanita yang tinggal di rumah yang sama dan tidur dengan pria yang sama selalu menimbulkan masalah. Hagar membenci Sarai, dan Sarai menanggapi dengan bersikap jahat kepada Hagar sehingga dia melarikan diri ke padang gurun, tidak mengharapkan apapun selain kematian untuk dirinya dan bayi yang dikandungnya. Di padang gurun, Tuhan menemuinya dalam pergumulannya dan memberkatinya. Tuhan menyuruhnya untuk menamai anaknya Ismael, yang berarti "Tuhan mendengar". Dalam konteks inilah Tuhan menubuatkan bahwa Ismail akan menjadi "keledai liar."
Keledai liar adalah salah satu makhluk Tuhan yang paling bebas dan paling sulit diatur. Salah satu komentar menggambarkan keledai liar sebagai "biasanya tidak dapat dijinakkan, kuat, bebas, berkeliaran, mencurigakan, dan tidak dapat dipercaya" (Cambridge Bible for Schools and Colleges, catatan pada Kejadian 16:12). Tuhan sendiri menggambarkan keledai liar dalam Ayub 39:8-11:
Siapakah yang mengumbar keledai liar,
atau siapakah yang membuka tali tambatan keledai jalang?
Kepadanya telah Kuberikan tanah dataran sebagai tempat kediamannya
dan padang masin sebagai tempat tinggalnya.
Ia menertawakan keramaian kota,
tidak mendengarkan teriak si penggiring;
ia menjelajah gunung-gunung padang rumputnya,
dan mencari apa saja yang hijau
Tuhan berfirman bahwa Ismael akan memiliki "sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya" (Kejadian 16:10). Namun, naturnya akan menuntun dia dan keturunannya untuk konflik dengan orang lain, melepaskan semua kuk, dan berkeliaran dengan bebas. Seperti keledai liar, Ismael akan menjalani gaya hidup yang penuh gejolak, sangat mandiri dan siap bertempur.
Konflik antara Sarai dan Hagar begitu tajam sehingga Sarai menyebutnya cḥāmās, sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "kekerasan" atau "ketidakadilan". Permusuhan antara Sarai dan Hagar pada akhirnya menjadi cara Ismael memperlakukan putra Sarai, Ishak. Dia mengejek saudara tirinya dengan sangat keras sehingga Abraham mengusir Hagar bersama Ismael (Kejadian 21:8-14).
Tetapi kekerasan terus berlanjut setelah zaman Ismael. Putra Ishak, Yakub - yang namanya akhirnya diubah oleh Tuhan menjadi Israel - tumbuh menjadi sebuah bangsa. Hari ini, cḥāmās masih ada di antara sebagian besar orang Arab dan Yahudi. Seluruh dunia menyaksikan penderitaan, kekerasan, dan sifat "keledai liar" yang dijanjikan Tuhan akan menjadi bagian dari warisan Ismael.
Kata cḥāmās pertama kali muncul dalam Kitab Suci pada zaman Nuh, jadi sebelum masa Ismael. Tuhan mengatakan bahwa seluruh dunia dipenuhi dengan cḥāmās, sehingga Dia mengirimkan air bah untuk memusnahkan kejahatan. Chāmās adalah dan selalu menjadi masalah hati. Masyarakat luas menderita sebagai akibatnya. Mazmur 58:3 mengutuk para penguasa yang tidak adil dengan kata-kata ini: "Malah sesuai dengan niatmu kamu melakukan kejahatan, tanganmu, menjalankan kekerasan [cḥāmās] di bumi."
Dalam kisah Sarai dan Hagar, kita melihat contoh bagaimana cḥāmās berkembang di antara dua orang dan kemudian meledak dalam skala besar di antara bangsa-bangsa. Kita semua pada dasarnya adalah "keledai liar" yang terhubung dengan dosa, dan dosa tersebut pada akhirnya akan melawan Tuhan. Kita ingin memiliki dunia dan ingin merebutnya kembali dari Tuhan melalui cḥāmās. Itulah sifat alamiah hati kita, dan tanpa penebusan Yesus, tanpa dengan rendah hati mengakui bahwa Dia adalah Tuhan atas segala sesuatu, kita tidak dapat menginginkan apa pun yang lain kecuali cḥāmās (lihat Efesus 2:1-8).