Pertanyaan
Apa pandangan Kristen tentang akal budi?
Jawaban
Seringkali, baik orang Kristen maupun orang yang skeptis beranggapan bahwa Kekristenan tidak ada hubungannya dengan akal dan hanya mengandalkan iman, yang sering disebut sebagai "iman buta" atau "iman tanpa bukti." Mereka setuju dengan Benjamin Franklin, yang berkata, "Cara untuk melihat dengan iman adalah dengan menutup mata akal budi" (Poor Richard's Almanack, Peter Pauper Press, 1987, hal. 16). Orang-orang Kristen yang memiliki pandangan negatif terhadap akal budi mungkin melihat akal budi sebagai sesuatu yang berguna dalam aspek-aspek kehidupan yang lain, tetapi hal ini justru menimbulkan keraguan dalam kekristenan.
Para ateis dan orang-orang yang tidak beragama sering menggambarkan orang-orang percaya sebagai pemikir yang penuh angan-angan dan orang-orang bodoh yang tidak memiliki akal sehat. Namun, Kitab Suci bertentangan dengan anggapan bahwa Kekristenan menjauhi akal sehat.
Penalaran melibatkan evaluasi fakta, membuat penilaian, membenarkan pilihan dengan bukti, dan mencoba untuk membujuk dengan argumen yang kuat. Pandangan dunia Kristen memberikan dasar yang kuat untuk bernalar, terutama dengan mempertimbangkan sifat hukum-hukum logika yang tidak material, tidak berubah, dan transenden yang mendukung semua bentuk pemikiran. Hukum-hukum ini berada di luar konvensi manusia; hukum-hukum ini ditemukan dan bukan diciptakan. Dalam dunia tanpa Tuhan, akan sulit untuk mengatakan bagaimana hukum-hukum logika ini muncul. Namun, perspektif Kristen memiliki jawabannya: hukum-hukum logika "hanyalah cerminan dari pikiran dan karakter logis Tuhan, dan dengan demikian, hukum-hukum tersebut mengungkapkan sifat-Nya yang logis dan sempurna" ((Wallace, J. W., “Is God Real? Are the Laws of Logic Simply Human Conventions?” 1/16/19, https://coldcasechristianity.com/writings/is-god-real-are-the-laws-of-logic-simply-human-conventions, diakses pada 18/9/23; lihat 2 Timotius 2:13; Bilangan 23:19; Yakobus 1:17; Roma 1:20).
Lebih jauh lagi, Alkitab dipenuhi dengan contoh-contoh individu, termasuk Tuhan, yang membuat penilaian yang baik dan berunding dengan orang lain. Abraham, ketika menghadapi penghakiman Sodom dan Gomora, berunding dengan Tuhan untuk mengampuni kota-kota tersebut jika ada orang-orang benar yang tinggal di dalamnya (Kejadian 18:16-33). Musa berunding dengan Tuhan dalam Keluaran 32:9-14, sementara Tuhan sendiri mendorong bangsa Israel untuk berunding dengan-Nya (Yesaya 1:18). Yesus terlibat dalam diskursus logis selama Dia berada di bumi, dan ajaran-Nya memukau para pendengar-Nya (Matius 7:28-29; Markus 1:21-22; Lukas 4:31-32). Paulus, yang bisa dibilang sebagai apologis Kristen pertama, menghabiskan banyak waktu untuk berargumentasi dengan orang-orang (lihat Kisah Para Rasul 17:2-4, 16-34; 19:8-10). Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk memiliki alasan yang kuat untuk pengharapan kita (1 Petrus 3:15).
Iman yang alkitabiah tidak bertentangan dengan akal budi. Bahkan, tokoh-tokoh Kristen seperti Thomas Aquinas dan Francis Schaeffer telah meninggalkan warisan tulisan-tulisan yang mendamaikan iman dan akal budi. Pandangan bahwa iman dan akal budi bertentangan berasal dari definisi iman yang salah. Iman, dalam Kitab Suci, bukanlah kepercayaan tanpa bukti; iman adalah kepercayaan yang timbul dari keyakinan. Orang-orang yang beriman diyakinkan oleh bukti. Sebagai contoh, Kristus yang telah bangkit "dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup" (Kisah Para Rasul 1:3), dan orang-orang menjadi percaya. Kata Yunani untuk "iman," pistis, berhubungan dengan kata kerja peitho, yang berarti "diyakinkan." Iman kepada Kristus adalah keyakinan bahwa Dia nyata dan Firman-Nya benar. Ada alasan-alasan yang kuat di balik iman.
Bahkan ketika kita mendamaikan iman dan akal budi, kita harus berhati-hati untuk tidak terlalu menekankan akal budi dan logika. 1 Korintus 1:18-25 mengatakan bahwa Injil dapat terlihat bodoh bagi mereka yang hanya mengandalkan akal budi manusia, karena hikmat Tuhan melampaui hikmat kita. Logika manusia terbatas dan hanya membentuk satu aspek dari keberadaan kita. Memang, tidak masuk akal untuk berpikir bahwa kita dapat memahami segala sesuatu, terutama jika hal itu menyangkut Tuhan dan jalan-jalan-Nya (Ulangan 29:29; Yesaya 55:8-9; Roma 11:33-34; Pengkhotbah 3:11). Daripada bersandar pada pemahaman kita, kita harus mempercayai Tuhan (Amsal 3:5-6).
Akal budi adalah salah satu dari sekian banyak alat yang Tuhan gunakan untuk menarik manusia kepada diri-Nya. Akal membantu kita menavigasi dunia, tetapi akal dapat menjadi berhala yang mengerikan.
English
Apa pandangan Kristen tentang akal budi?