settings icon
share icon
Pertanyaan

Apa yang Alkitab katakan tentang berpikir kritis?

Jawaban


Meskipun istilah berpikir kritis tidak muncul dalam terjemahan Alkitab dalam bahasa Inggris, namun Alkitab menekankan kualitas-kualitas seperti kebijaksanaan, ketajaman, kehati-hatian, dan bahkan tingkat skeptisisme yang sehat. Berpikir kritis mencakup kualitas-kualitas ini dengan melibatkan analisis yang cermat terhadap fakta-fakta untuk menarik kesimpulan yang obyektif dan dipertimbangkan dengan baik. Seorang pemikir kritis bersikap skeptis ketika dia mendekati informasi baru tetapi berniat untuk menemukan kebenaran.

Dalam 1 Tesalonika 5:21, Tuhan memerintahkan kita untuk "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." Kata Yunani untuk "menguji" adalah dokimazo, yang juga berarti "memeriksa" atau "membuktikan". Seperti seorang ilmuwan di laboratorium yang sedang melakukan eksperimen, kita harus mempercayai sesuatu hanya setelah mengujinya, termasuk klaim-klaim Kristen (lihat Amsal 14:15).

Untungnya, kekristenan dibangun di atas bukti-bukti yang kuat yang dapat bertahan terhadap pemikiran kritis. Ada dua hal penting yang harus dipastikan mengenai kebenaran Alkitab:

1. Tuhan itu ada.

2. Yesus dibangkitkan dari kematian.

Kedua poin tersebut dapat diuji. Mengenai keberadaan Tuhan, bukti-bukti yang ada meliputi moralitas objektif yang transendental, asal usul alam semesta yang membutuhkan Penyebab Pertama, penyempurnaan alam semesta, kompleksitas yang tidak dapat direduksi dalam sel, dan adanya hukum-hukum imaterial yang tidak dapat diubah, dll. Kebangkitan Yesus bertumpu pada catatan saksi mata yang dapat dipercaya. Saksi-saksi ini berubah dari pengecut menjadi martir dan dari musuh menjadi teman. Analisis menyeluruh terhadap fakta-fakta ini mengarah pada kesimpulan yang masuk akal bahwa Kekristenan adalah benar.

Di kalangan Kristen tertentu, pemikiran kritis secara keliru dianggap sebagai hal yang duniawi, terutama dalam konteks menguji ajaran Alkitab. Dalam lingkungan di mana para pemimpin rohani memiliki otoritas yang tidak boleh dipertanyakan, segala bentuk pengujian dapat dianggap berdosa. Namun, Alkitab memuji jemaat di Berea karena mereka tidak hanya menerima perkataan Paulus, tetapi juga karena mereka memiliki karakter yang " lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika", yaitu mereka "menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian" (Kisah Para Rasul 17:11). Mengingat maraknya pemberitaan palsu (1 Yohanes 4:1), kita harus merangkul pemikiran kritis dalam gereja.

Perlu dicatat bahwa orang-orang Berea tidak terlibat dalam pemikiran kritis untuk mendiskreditkan ajaran Paulus. Sebaliknya, motivasi mereka adalah validasi yang antusias. Demikian pula, ketika menganalisis khotbah, tulisan blog, buku, atau lagu, tujuannya bukan untuk mendiskreditkan seseorang, melainkan untuk memastikan ajaran mereka sesuai dengan Alkitab.

Tantangan lain yang dihadapi oleh beberapa orang Kristen adalah konflik yang dirasakan antara berpikir kritis dan "dipimpin oleh Roh". Namun, kekhawatiran ini hanya berlaku untuk pikiran yang tidak terbiasa dengan Firman Tuhan. Roma 12:2 mendorong kita untuk "berubahlah oleh pembaharuan budimu." Ketika kita mempelajari Firman Tuhan, kita akan lebih memahami sifat Tuhan, tujuan-Nya bagi kita, dan aturan-Nya bagi kehidupan. Memperbaharui pikiran kita akan menyelaraskan pikiran kita dengan apa yang berkenan kepada Roh, yang berbeda dengan pemikiran duniawi. Orang-orang percaya yang secara teratur membaca Alkitab dapat menggunakan pikiran mereka dengan benar.

Pemikiran kritis terbukti sangat penting dalam budaya pasca-Kristen di mana keburukan menyamar sebagai kebajikan. Kita secara teratur dibombardir dengan berbagai pesan, banyak yang bertentangan dengan nilai-nilai Alkitab dan beberapa bahkan tidak rasional. Pesan-pesan ini menarik bagi emosi, sehingga mudah terpengaruh oleh filosofi duniawi. Sebagai contoh, pepatah "lakukan apa yang membuat Anda bahagia" terdengar memuaskan, tetapi pemikiran kritis mengungkapkan bahwa memprioritaskan kebahagiaan pribadi dapat merugikan orang lain; melakukan apa yang benar adalah pilihan yang lebih masuk akal.

Selain menilai klaim, ajaran, dan pesan-pesan budaya Kristen, pemikiran kritis juga dapat meningkatkan kemampuan kita dalam mengambil keputusan. Dengan mengandalkan Kitab Suci sebagai otoritas tertinggi dan Roh Kudus sebagai penuntun kita, kita harus mengevaluasi keputusan-keputusan penting dalam hidup yang berkaitan dengan pendidikan, pernikahan, kesempatan kerja, dan peluang investasi. Tidaklah bijaksana untuk mengambil keputusan yang gegabah (Amsal 21:5).

Karena Tuhan adalah Sumber hikmat, pengetahuan, dan pengertian (Amsal 2:6), maka tidak ada alasan untuk menghindar dari berpikir kritis. Namun demikian, kita juga harus memperhatikan Amsal 3:5-6: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."

English



Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia

Apa yang Alkitab katakan tentang berpikir kritis?
Bagikan halaman ini: Facebook icon Twitter icon Pinterest icon Email icon
© Copyright Got Questions Ministries